By : Tiara Permata Sari (Ala_Tiara)
“Ibu-ibu,
bapak-bapak, siapa yang punya anak bantu aku, kasihani aku, tolong carikan
diriku kekasih hatiku siapa yang…..” Sambil menggelengkan kepalanya Hilman menikmati
nada dering handphonenya sejenak sebelum ia mengangkat teleponnya.
“Hallo
Gus, ada apa bro?”
“Man,
rencananya gue mau liburan di rumah loe. Gimana boleh gak?”
“Gimana
yah….kalo gue sih boleh-boleh aja tapi kayaknya engkong gue bakalan ngusir loe
bro. Loe kan tau engkong gue pernah ditolak Oca, jadi dia masih sakit hati.”
“yeee,
itumah engkong loe nya aja yang genit. Tua-tua serigala! Hahaaa. Yaudah kalo
gitu gue, loe sama si Oca liburan di villa bokap gue aja ya di Bogor.”
“Assiikkk…dinginnn
dong, Oke fix.”
Mereka
bertiga akhirnya memutuskan untuk menghabiskan liburan semester bersama, maklum
bentar lagi mau diwisuda. Pertemanan Hilman, Oca dan Agus memang sudah berjalan
cukup lama sekitar 3 tahun. Oca dan Hilman memang sudah berteman sejak kecil,
karena mereka berada di kampung yang sama, dan baru mengenal Agus sejak pertama
masuk kuliah. Karena sering bersama, tak disangka Oca dan Agus saling
menyayangi dan pergi meninggalkan Hilman bersama status jomblo nya. Namun
status tersebut tidak membuat ambisi Hilman untuk menjadi seorang juragan ikan
asin kandas.
“hmmm…pagi
ini cerah sekali.” Sambil membuka jendela, Hilman menatap langit dengan wajah
berseri.
“Oke.
Saatnya liburan!!” lanjutnya.
Seusai
mandi dan mengepack pakaiannya, ia tidak pernah lupa untuk berdiri di depan
cermin terlebih dulu, membiarkan lengannya bergerak merapihkan rambut ikalnya
secara bersamaan. Kini rambut ikal tersebut sudah terlihat seperti mie yang
siap ditiriskan, karena ia memakai gel rambut yang nyatanya kurang mempan membuat
rambutnya agar mengikuti jalan lurus, hehee. Walaupun begitu Hilman sangat apik
membuat dirinya terlihat rapih, dengan gayanya yang simple karena hanya
mengenakan kaos dan celana jeans seperempat lebih (bisa dibilang sih celana
ngatung. Heehee), ia menuju mobil Agus yang sejak 30 menit yang lalu memang sudah
terparkir di depan rumahnya.
“engkong
Oca mau pamit ya, sekalian ajak Hilman juga untuk liburan bareng di Bogor” Oca
menghampiri engkong yang dari tadi menatap Agus dari depan pintu.
“iya
Ca, hati-hati ya. Jangan lupa kabarin engkong.” Raut wajah engkong langsung
berubah, tatapan elangnya pada Agus kini terlihat berkaca-kaca.
“kong,
astaga inget umur dong. Yaudah Hilman pergi dulu, ayo Ca.” Hilman segera
melepaskan lengan Oca yang sedang di pegang engkong.
Setelah
menempuh setengah perjalanan tak disangka hujan turun, udara di dalam mobil
terasa semakin dingin. Saat-saat seperti ini memang nyaman, hingga ingatan
Hilman terbawa pada satu kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan. Suatu
peristiwa yang semakin memantapkan ambisinya agar dapat terwujud. Ingatan sore
hari di pinggir pantai bersama sesosok pria, dengan jaring dan perahunya.
“Bapak,
mau kemana? Sekarangkan lagi gerimis”
“mau
ngejala ikan dulu nak, bapak pasti bakal bawain ikan asin yang banyak buat
kamu.”
“Hilman
mau ikut, pokoknya ikut!”
“gak
boleh, hari sudah hampir malam gak baik untuk kesehatan kamu. Udah biar bapak
aja yang ngambil ikannya, kamu jagain ibu saja di rumah.”
“Bapak….bapak…..bapak…!!!”
tangis nya pecah diiringi oleh hujan gerimis yang semakin deras.
Perasaan
kehilangan dan pedih itu lantas hingga membuatnya terbangun dan terperanjak
dari tempat duduknya. Ulahnya tersebut membuat Agus yang berada disampingnya
ikut kaget dan merasa khawatir dengan keadaan temannya tersebut.
Karena
kejadian tadi, mereka menghentikan perjalanan sejenak dan mencoba untuk
menenangkan Hilman yang masih terlihat sedih. Oca merasa kasihan dengan keadaan
Hilman yang sudah jauh berbeda dengan Hilman yang dulu ia kenal. Hanya satu
yang tetap dan tidak berubah, yaitu kebaikan hatinya yang tulus kepada setiap
orang. Bahkan dulu semasa mereka masih duduk di bangku SMP, Oca sempat menyukai
Hilman dengan sikapnya yang manja, pemalu dan cengeng tapi sayang ia tidak
menyukai wanita lain selain ibunya. Mengetahui itu Oca mengurungkan niatnya
karena tidak ingin hatinya terluka dengan keputusan Hilman, dan lebih memilih
untuk menjadi sahabatnya saja.
“Man,
loe udah baikan? Kita lanjut lagi ya perjalanannya, udah hampir nyampe kok.”
Ucap Agus.
“oke.
Gue gak kenapa-kenapa kok.”
Akhirnya
mereka sampai di villa, untunglah hujan sudah semakin reda. Pemandangan sekitar
villa sangat indah, banyak sekali pepohonan yang rindang dan segar terkena
percikan air hujan. Kabut yang menutupi atas pepohonan dan pegunungan semakin
menambah kesegaran suasana di villa. Mereka lantas berfoto ria dengan mengenakan
tongsis (tongkat narsis) karena senang.
“ayooo…satu,
dua, tiga….cekrekk”
Sudah
seminggu mereka lalui bersama, kebersamaan seperti ini malah membuat hati
semakin tidak rela jika suatu saat setelah wisuda mereka harus menjalani
hidupnya masing-masing, dan berjuang menggapai mimpi. Bahkan mungkin mereka
akan sangat jarang berkumpul bersama seperti ini lagi. Masing-masing dari
mereka bertiga menyadari hal itu, oleh karenanya liburan kali ini akan menjadi
liburan paling menggembirakan. Apalagi Oca dan Agus sudah merencakanan sesuatu
untuk Hilman.
“Ca,
si Hilman kemana?” Tanya Agus yang sudah dari tadi mencari Hilman.
“katanya
dia mau olahraga, mungkin lagi lari-lari kecil sekitar sini. Kenapa?”
“gue
udah nemu cewek idamannya Hilman, Ca. mau liat gak?”
“serius…siapa?
mana?”
Melihat
wanita pilihan Agus, Oca malah tidak yakin bahwa Hilman akan menyukai wanita
itu. Terlebih wanita dengan nama Stefani bagitu glamour dan berbeda jauh dengan
Hilman, Oca kini malah merasa cemas setelah melihat banyak sekali pria yang
ingin bersama Stefani. Ia takut hati Hilman tersakiti, ia tidak ingin
sahabatnya itu merasakan kecewa lagi. Cukup dengan ditinggalkan oleh kedua
orangtuanya. Meskipun begitu Oca tidak bisa menghentikan pertemuan Hilman
dengan Stefani terjadi, karena Agus merasa sangat yakin dapat membuat Hilman
senang.
“Hilman
sini! Sini!” lengan Agus melambai memberikan isyarat agar Hilman segera
mendekat.
“ada
apa sih Gus?” ucap Hilman sambil terus menggerakan kakinya.
“astaga
Man, loe tuh yah gak dimana-mana keringetnya ngocor terus. Padahal disini
dingin, dasar ikan asin.” Agus segera membawa Hilman ke dalam villa.
“wajar
dong, gue kan abis olahraga.” Sangkal Hilman.
“iyasih,
tapi gak segitunya juga Man. Loe kayak mandi keringet, tinggal dijemur
dibawah matahari, hahahaa.” Ledek Oca yang tidak tahan melihat tingkah
sahabatnya itu.
Di
dalam villa, Agus menceritakan mengenai Stefani pada Hilman. Dan tak disangka
ia sangat ingin bertemu dengan Stefani, wanita impiannya. Karena setidaknya
saat acara wisuda berlangsung, tidak hanya engkong saja yang menemaninya namun
ada seorang yang special baginya ikut menghadiri dan menunggunya saat acara
wisuda. Hilman yang menginginkan hal itu lantas menurut saja apa kata Agus.
Pertemuan pertama berjalan sukses, bagitupun dengan pertemuan-pertemuan mereka
yang lain. Sikap humor seorang Hilman mampu memecah tawa Stefani yang membuat
iri beberapa pria yang juga sedang mendekatinya. Lambat laun pria-pria itu
menyerah pada Hilman dan melepaskan Stefani. Walaupun mereka belum resmi
jadiian tapi mereka selalu menghabiskan waktu bersama, hal inilah yang membuat
hati Hilman tidak tenang.
“Man,
besok malem kita pergi lagi yah.” Ajak Stefani sambil merangkul lengan Hilman.
“iya.”
“kamu
tau gak Man, entah kenapa aku malah milih kamu untuk ada disamping aku saat
ini. Padahal dibandingkan dengan teman-temanku di Inggris dan pria yang tempo
hari selalu mengejar ku, kamu kalah telak Man. Heheee…tapi aku merasa nyaman
setiap kali ada di samping kamu, kamu juga lucu dan selalu membuat aku tertawa.
Thanks. Bye..bye…see you” wajah Stefani memerah dan ia lekas pergi menuju
villa, meninggalkan Hilman sendiri.
Mendengar
itu, Hilman merasa bingung. Ada perasaan bahagia, sedih, dan takut yang
bercampur dihatinya saat ini. Hilman teringat dengan sahabat-sahabatnya,
bukankah tujuannya berada disini adalah untuk berlibur dan menghabiskan waktu
bersama sebelum acara wisuda berlangsung. Lagipula sekarang yang lebih penting
bukanlah mencari pasangan, tapi ia harus bisa mewujudkan mimpinya terlebih dulu,
mimpi yang mungkin tidak dapat Stefani terima. Memikirkan hal itu Hilman pun
tak sampai hati kalau ia harus berpisah dan membuat Stefani menangis. Memang
selama ini Hilman yang berada dihadapan Stefani adalah sosok palsu, ia berlagak
bagaikan orang berkelas dan sangat popular. Semua dimulai dengan kebohongan dan
tidak baik bila dilanjutkan, pikirnya.
“gue
mau pulang ke rumah engkong.” Sesampainya di villa Hilman mengatakan itu.
“apa
Man? Loe ada masalah sama Stefani? Kan bisa diselesaikan dengan baik-baik, jangan seperti ini” Agus mendekati Hilman yang berdiri di pintu dan mencoba
menenangkannya.
“apanya
yang baik-baik, dari awal gue udah berbohong pada Stefani. Gue berusaha untuk
menjadi diri gue yang lain dan meninggalkan Hilman yang sesungguhnya. Sekarang
yang paling penting adalah kalian, mimpi-mimpi yang ingin gue capai, dan
engkong. Bahkan Hilman yang selama ini loe kenal itu bukan gue, itu orang lain,
orang yang sedang melampiaskan kesakitan dan kesepiannya.” Hilman tak dapat
menahan tangis, ia mengepaskan lengan Agus yang hendak mendarat di bahunya dan
pergi menuju kamar.
“Man..gue
gak maksud bikin loe untuk jadi orang lain. Maafin gue man, gue nyesel. Maaf!!”
Melihat
kejadian tersebut Oca merasa sangat sedih, dan tidak tahu apa yang harus ia
lakukan. Ia paham betul apa yang sedang dirasakan oleh kedua sahabatnya
tersebut. Walaupun Agus adalah kekasihnya namun hubungan mereka berjalan sama
halnya seperti pada Hilman, tidak ada perbedaan pendekatan dengan keduanya jadi
ia tahu maksud perbuatan yang mereka lakukan. Oca hanya bisa menangis dan
menangis. Sedangkan Agus masih terpaku dan menyalahkan dirinya, walaupun
sebenarnya ia merasa bingung dengan apa yang dikatakan Hilman barusan. Apanya
yang palsu? Kenapa? Apa ada hal yang tidak aku ketahui? Seperti itulah pikiran
Agus saat ini. Akhirnya Oca menceritakan masa lalu Hilman pada Agus, berharap
kekasihnya tersebut dapat memaklumi sikap Hilman tadi.
“Ca,
sebenarnya ada apa sih? Apa maksud Hilman tadi?” Agus mendekati Oca yang sedang
menangis di sofa.
“sebenarnya
dulu Hilman bukanlah orang seperti yang kita kenal sekarang ini, ia lugu,
cengeng, pemalu, dan manja. Apa kamu percaya? Namun semenjak kejadian itu, ia
mulai berubah. Kejadian dimana saat bapaknya meninggalkan dia untuk selamanya,
waktu itu umurnya baru 8 tahun. Bapaknya Hilman hilang terbawa arus ombak di laut saat
terjadi badai, sebelum mengetahui hal itu Hilman memberitahuku bahwa bapaknya
akan membawa ikan asin yang banyak sekali untuknya. Dan dia bisa menjadi
seorang juragan ikan asin. Lucu bukan, kau tahu ia mengatakan itu dengan penuh
semangat dan senyuman yang lebar. Namun itu semua tidak akan pernah terwujud.
Setelah ditinggal bapaknya, berseling 5 tahun ibu Hilman pun pergi menyusul
suaminya. Hilman hanya sebatang kara, semua sanak saudaranya menelantarkan ia
karena factor ekonomi. Hanya engkong Dadi yang bersedia merawatnya, engkong
begitu menyayangi Hilman seperti anaknya sendiri, aku salut pada engkong yang
mau merawat Hilman walaupun keterbatasan ekonomi. Semenjak kejadian itu, Hilman
berubah total bahkan aku sempat tidak mengenalnya lagi. Sesakit itukah
hatinya?” Oca tidak dapat membendung air matanya.
“jadi
begitu, kenapa ia tidak menceritakannya padaku. Bukankah kita sahabat? Tapi aku
senang ia tidak melampiaskan kesakitan hatinya pada hal-hal yang negatif. Cinta
dari kedua orangtuanya telah membuat Hilman menjadi sosok pria dan sahabat
yang baik, iyakan.” Agus tersenyum.
Ternyata
percakapan mereka terdengar oleh Hilman, ia merasa sangat terharu dan senang
memiliki sahabat yang dapat menerima dengan segala kekurangannya. Mereka saling
meminta maaf satu sama lain, berjanji tidak akan merahasiakan apapun lagi.
Kejadian itu membuat mereka semakin kuat dan tegar bila setelah wisuda nanti
mereka akan berpisah mengejar mimpi nya masing-masing. Mengetahui kebenarannya
Stefani pun tetap menyukai Hilman, tidak peduli apa kebohongan yang ia lakukan.
Tak disangka wanita blasteran Inggris-Bali tertarik pada pria ikan asin,
seorang sarjana perikanan dan calon juragan ikan asih. Hehehee.